Tak Mau Kalah Saing, Kecamatan Masaran Siapkan Galeri untuk Pengembangan Batik

SRAGEN, Kabarsukowati – Kawasan Kecamatan Masaran, tak bisa lepas dari produksi batik yang kualitasnya unggulan. Sejumlah desa di sekitar aliran Bengawan Solo mendeklarasikan sebagai Desa Batik. Seperti Kliwonan, Sidodadi dan tidak ketinggalan Pilang. Memiliki predikat sebagai sentra batik, Desa Pilang tak mau kalah dengan sentra produksi lainnya baik di Sragen maupun luar Sragen.


Anggota DPR RI Agustina Wilujeng Pramestuti menilai Konsumen selama ini dikenal mencari batik di pusat perbelanjaan dan butik ternama di Solo. Padahal pembuatannya banyak diproduksi di kawasan sekitar Solo, termasuk Desa Pilang. Sehingga perlu dihidupkan kembali sumberdaya yang pernah mendapatkan pelatihan.

Pada umumnya pembatik menjadi suatu kegiatan sambilan di Pilang. Karena jika tidak ada order batik, masyarakat sekitar mengerjakan kegiatan lain seperti bertani. Namun membatik tetap menjadi jantung desa Pilang.

Selain itu, di Pilang juga masih ada yang membuat batik tulis. Bagi kalangan tertentu, minatnya masih tinggi. Lantaran untuk pembuatan batik tulis butuh waktu dan modal. Satu batik bisa sampai 3 bulan untuk proses pembuatan.

Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Sragen, Yuniarti cikal bakal produksi batik di Masaran tidak lepas dari jasa Eyang Setro. Beliau sudah berkarya sejak sekitar tahun 1880-an. Dikenal sebagai orang yang membantu urusan busana di Kraton Surakarta. ”Saat ini ibu-ibu yang membatik sudah masuk generasi ke 8,” ujarnya.

Lantas dia menegaskan batik saat ini sudah mendapat penghargaan dari Unesco sebagai warisan budaya dunia. Sehingga pihak Disparpora Kabupaten Sragen bekerjasama dengan Badan Otorita Borobudur (BOB) Kemenparekraf akan mendampingi perajin batik. Mulai dari Desain, produksi hingga pemasaran.

Dia menyampaikan untuk Batik Sragen memiliki corak berbeda. Seperti produk Pilang memiliki kombinasi ornamen flora dan fauna. sehingga berbeda dari daerah yang lain.

Kepala Desa (Kades) Pilang, Sukrisno menyampaikan sebenarnya produksi batik yang menjadi pioneer di Kecamatan Masaran adalah Desa Pilang. Hanya saja, dari desa sebelah ada produksi batik yang menonjol, sehingga di Pilang sempat kalah saing. ”Intinya kami yang memulai batik. Sudah sejak lama sebelum saya lahir,” terangnya.

Saat ini pembatik tulis sudah mulai berkurang. Karena kemajuan teknologi, cara produksi mengikuti perkembangan jaman. Tapi permasalahannya di Desa Pilang yakni kurang tenaga ahli yang terus dibenahi. ”Permasalahan yakni kurang tenaga ahli untuk perkembangan desain, Kemudian kurang tenaga ahli untuk membantu penjualan secara online,” bebernya.

Dia menyampaikan dari pemerintah desa selalu membantu untuk mengenalkan batik produksi pilang. Saat ini ada lebih dari 130 pelaku usaha batik di Pilang dengan berbagai merek batik. Mereka dinaungi dalam paguyuban.

Selain itu Desa juga punya rencana membuatkan galeri sebagai bentuk promosi sekaligus menguatkan identitas Desa Wisata Batik. ”Rencana di balai desa ada lahan 1 hektar untuk membuat galeri itu,” terangnya.

Dia menegaskan jika bertahan dengan system penjualan offline, akan banyak ketinggalan. Sehingga pihak desa mempersiapkan langkah untuk membantu penjualan. Selain itu juga menyiapkan untuk identitas produk.

Menyiapkan identitas produk yang punya karakter batik khas juga tidak mudah. Karena desa sekitar juga banyak memiliki produsen batik, maka karakternya hamper serupa. ”Harapan kami, dengan bekerjasama dengan Dinas Pariwisata, batik Pilang ini punya identitas kuat. Seperti misalnya kaos Dagadu, bisa mudah dikenali dari Jogja. Itu yang tengah kita siapkan. Jadi bisa dikenali ketika memakai batik, orang sudah tahu itu dari Pilang,”ujarnya.(aza)


Tinggalkan Komentar

Komentar