Pelaku LGBT Diperkirakan mencapai 1800 Orang di Sragen

SRAGEN, Kabarsukowati – Masyarakat akhir-akhir ini marak membicarakan terkait perilaku Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT). Fenomena perilaku menyimpang tersebut terjadi di setiap kota. Termasuk wilayah kabupaten Sragen yang diindikasi terdapat ribuan orang  berperilaku LGBT.

Informasi yang dihimpun dari Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kabupaten Sragen, terdapat komunitas gay dan transgender di Bumi Sukowati. Namun untuk perilaku lesbian dan biseksual belum ditemukan dalam program yang dilakukan KPA Sragen.

Koordinator Pengelola Program KPA Sragen, Wahyudi menjelaskan pada data 2021, berdasarkan pemetaaan untuk yang berperilaku gay yakni Lelaki Seks Lelaki (LSL) dibagi menjadi dua, yakni LSL murni dan pelanggan transgender.

Pihaknya menyampaikan estimasi dari Kementerian Kesehatan perilaku LGBT di Sragen mencapai 1.841 orang pada 2016. Kategori tersebut gabungan antara gay dan Transgender.  Lantas data dari komunitas LGBT itu, untuk LSL Murni tidak lebih dari 80-an orang.  Lantas dari transgender ada 48 orang.

Namun jumlah tersebut belum termasuk pelanggan yang menyewa jasa waria. Pihaknya melakuan survey dan mendapatkan hasil yang mengejutkan. Bahwa rata-rata Transgender yang menjadi PSK dalam semalam mendapatkan 5-10 pelanggan dalam sehari.

”Artinya jika jumlah pelanggan tersebut ditarik dengan estimasi dari kemenkes itu masuk akal. Katakan jika satu waria dikalikan jumlah pelanggan yang menggunakan jasanya. Misalnya 60 orang, masing-masing melayani 5 saja sudah 300 orang, dengan perkiraan pelanggan memakai jasa seminggu sekali,” ujarnya.

Pihaknya menyampaikan estimasi dari kementerian kesehatan tersebut menjadi patokan dalam langkah pengendalian HIV/Aids. Walaupun pihaknya mengakui estimasi tersebut belum akurat 100 persen. ”Ini tidak 100 persen valid ya, karena estimasi ini untuk mengukur dan dicari,” terangnya.

Wahyudi mengungkapkan komunitas LGBT ini sangat tertutup dan tidak mudah untuk masuk. Pihaknya pun harus hati-hati dan tidak dipercaya begitu saja untuk memasuki komunitas tersebut. ”Kalau gay kan nggak ngaku terang-terangan ke masyarakat. Makanya kita masukknya melalui komunitas mereka,” ujarnya.

Dia menekankan mereka dijangkau karena termasuk faktor resiko penularan HIV/Aids. Lantas KPA bersifat preventif dalam penangannan kesehatan. ”Karena preventif untuk masalah kesehatan, jadi kita bentuk salah satu dari kalangan mereka sebagai pendidik sebaya,” ujarnya.

Secara pribadi dia berharap ada perubahan prilaku dari para LGBT. Namun dalam prosesnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. ”Jadi harus pelan-pelan, satu-satunya jalan yang mencegah penularan HIV di kalangan mereka yakni menggunakan kondom. Itupun tidak 100 persen yang mau memakai kondom,” bebernya.

Sejauh ini data terbaru dari komunitas LGBT yang terjangkit HIV/Aids tidak terlalu banyak. Kasus pada 2021 untuk LGBT terakumulasi sebanyak 41 orang. (aza)

Tinggalkan Komentar

Komentar