Meneladani Semangat Pejuang Nyi Ageng Serang

Nyai Ageng Serang memiliki nama asli kustianing wulaningsih. lahir tahun 1762 dikampung serang yang sekarang merupakan perbatasan grobogan-sragen. Ayahnya adalah pangeran Ronggo Seda Jajar atau dikenal dengan julukan Panembahan Natapraja, beliau menguasai wilayah terpencil dari kerajaan Mataram tepatnya diwilayah serang. Dalam pertempuran melawan belanda, Putra Notoprojo yang merupakan saudara Nyi ageng Serang gugur dimedan perang. Tidak berselang lama ayah dan ibunda Nyi Ageng wafat dan dimakamkan didesa Serang. 

Setelah ayahanda wafat, Nyai Ageng mengantikan kedudukan ayahnya. Nyai Ageng Serang menikah 2 kali, dari pernikahan pertamanya dengan pangeran Hamungkubuono II beliau mendapat gelar Raden Ayu Kustiang Wulaningsih Retno Adi. Suami kedua Nyi Ageng yaitu Pangeran Mutia Kusumawijaya dijuluki Panembahan Serang, dari pernikahan kedua Nyi Ageng dikaruniai seorang putri yang bernama Kustina. Panembahan Serang (Pangeran Mutia Kusumawijaya) gugur ditembak oleh Kompeni dengan tuduhan sebagai pemberontak. Pada saat Kustina telah dewasa, Sultan Hamengku Buwono II menikahkan Kustina dengan salah satu puteranya bernama Pangeran Aria Adipati Mangkudiningrat. Sekarang Kustina menjadi besan dari Sultan Hamengku Buwono II. Akibat peristiwa Geger Spei Sultan Hamungkubuono II diasingkan bersama dengan puteranya, yaitu Pangeran Mangkudiningrat (menantu Nyi Ageng Serang), ke Pulau Pinang, kemudian dipindahkan ke Ambon. Kustina putri Nyi Ageng meninggal dunia dan dimakamkan di Serang di Taman Pemakaman Notoprajan, disebelah makam ayahnya, beliau meninggalkan putra bernama RM. Papak, yang kedepanya mendampingi Nyi Ageng Serang dalam perang Diponegoro. 

Masa tua Nyi Ageng Serang dihabiskan diKraton Yogyakarta, sesekali berbicarakan hal-hal yang penting, ringan, humor, sampai kepada hal-hal yang berat, juga memberi wewarah, wejangan, pelajaran, tentang ilmu kefilsafatan hidup manusia Bersama para kerabat, penderek, dan juga orang lain.

Nyi Ageng Serang Wafat pada tahun 1834. Nyi Ageng Serang yang telah berusia 73 tahun dimakamkan di kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta. Sebagai pahlawan nasional, Nyi Ageng Serang cenderung hampir terlupakan. Walaupun begitu, warga kulon progo mendirikan monument ditengah kota Wates untuk mengenang beliau. Semboyan Nyi Ageng yang tak terlupakan "Biarkan aku mati dengan sukarela untuk kepentingan bangsaku seribu tahun nanti".

Perang diponegoro pada 20 juli 1825 terjadi perang Diponegoro, Nyi Ageng serang dan cucunya Raden Mas Pakpak segera memihak Pangeran Diponegoro. Walaupun Nyi Ageng Serang sudah lanjut usia, semangatnya tinggi dan darah juang pahlawannya serentak mengalir keseluruh tubuhnya, ia lakukan perjuangan ini dengan taktik "Benteng Pendem" (perang gerilya) sesuai dengan taktik yang telah ditetapkan oleh Pangeran Diponegoro. Kemudian ia gerakkan pasukannya ke arah utara Purwodadi dan Grobogan terus ke utara, dengan bantuan rakyat sekejap mata Belanda dapat dihancurkan dan Purwodadi dapat dikuasai pasukan Nyi Ageng Serang. Daerah lain yang bisa ditaklukan Nyi Ageng Serang Grobogan, Pati, Kudus dan akhirnya dapat manguasai Demak. Garis pertahanan yang telah dicapai oleh pasukan Nyi Ageng Serang terkenal dengan sebutan "Long march Puteri Serang".

Selain sebagai panglima perang, Nyi Ageng Serang juga menjadi penasehat perang Pangeran Diponegoro. 

Nyi Ageng Serang telah berhasil mewujudkan isi hatinya sejak kecil, melampiaskan cita-citanya untuk memperjuangkan nasib rakyat yang menderita di atas kesuburan tanah airnya. Menuruti tuntutan hati nurani sehingga bertahun-tahun harus hidup di tengah hutan, memimpin pasukan. Begitulah Nyi Ageng Serang seorang wanita berbudi luhur, berhati halus. lemah lembut, tetapi dalam darahnya mengalir semangat kepahlawanan yang tiada kenal menyerah. (Zuhria/magang)

Tinggalkan Komentar

Komentar