Festival Prehistiry 2023 Sebagai Perwujudan Smart City Innovation

Sragen, Kabarsukowati – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sragen menggelar acara Festival Prehistory pada Selasa, 25 Juli 2023, di Desa Bojong, Kecamatan Plupuh, Sragen. 

Acara tersebut diselenggarakan mulai dari pukul 07.30 hingga pukul 17.00 WIB. Peserta yang mengikuti adalah peserta didik dari 17 SD dan SMP yang berasal dari empat Kecamatan, yaitu: Kalijambe, Gemolong, Plupuh, dan Miri. Masing-masing sekolah mengirimkan lima peserta didik dan satu guru pendamping.

Tujuan diselenggarakannya Festival ini adalah memberi pemahaman tentang nilai-nilai kehidupan masa lampau dengan metode interaktif dan menyenangkan. Hal ini selaras dengan Implementasi Kurikulum Merdeka yang ada di sekolah, khususnya pengetahuan akan kehidupan pra sejarah yang ditemukan di beberapa lokasi, antara lain: Sangiran, Miri, Sambungmacan, dan sekitarnya. 

Johny Adhi Aryawan, Kepala Bidang Pembinaan Kebudayaan Disdikbud Sragen, mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu bentuk metode pembelajaran yang berbeda dari biasanya. “Ini adalah pembelajaran Outing class (luar kelas). Anak-anak kita ajari secara praktikal, bergembira, sambil belajar,” paparnya. 

“Metode ini juga mengenalkan situs pra sejarah yang termasuk dalam Dome atau Kubah Sangiran serta ingin memperkenalkan terobosan baru dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sragen, khususnya dalam bidang sejarah dan arkeologi,” imbuhnya. 

Johny menambahkan bahwa dalam kegiatan ini, peserta diajak untuk mempelajari beberapa tahap pembelajaran. “Pertama, Knapping (belajar membuat alat-alat batu yang digunakan manusia purba), Kedua, Casting (belajar membuat cetakan fosil-fosil dengan bahan resin), Ketiga, Tafonomi (belajar merekonstruksi fosil binatang yang banyak ditemukan), serta Keempat, Survey dan Ekskavasi (belajar mengenali temuan fosil, penggalian terstruktur dengan metode sesuai SOP dan cara mencatat laporan dalam format yang terstandar serta diakui secara nasional),” terangnya.

Johny berharap bahwa kegiatan ini dapat memberikan pembelajaran yang menyenangkan bagi para peserta. “Mudah-mudahan cara belajar ini dapat mereka ingat sampai dewasa nanti. Ketika ada yang tergerak menjadi arkeolog atau peneliti, maka mereka akan selalu mengingat bagaimana cara melestarikan cagar budaya,” harapnya.

Salah satu kegiatan yang menarik bagi peserta adalah simulasi kegiatan berburu. Seolah-olah mereka sedang berperan sebagai manusia purba yang memburu gajah dengan cara menombaknya. Adapun gajah tersebut terbuat dari jerami. Para peserta terlihat gembira hingga ada beberapa yang berteriak-teriak layaknya manusia purba.

“Kegiatan kali ini sengaja diselenggarakan di Desa Bojong yang berada di situs Sangiran, sehingga kaya akan fosil. Tak ketinggalan, warga sekitar tergerak secara sadar dan sepenuh hati untuk melakukan pelestarian cagar budaya, khususnya pra sejarah secara mandiri. Bahkan mereka sampai bersusah payah membuat museum alam dan menyediakan lokasi untuk kegiatan berkebudayaan. Karakter sosial masyarakat Bojong yang ramah, terbuka, dan ringan tangan mendukung kegiatan hari ini bagaikan oase di tengah-tengah karakter masyarakat modern yang materialistik dan segala sesuatu diukur dengan uang. Hal-hal tersebut patut kita apresiasi,” tambah Johny.

“Tindak lanjut dari kegiatan hari ini adalah adanya kolaborasi dan sinergitas program serta kegiatan bersama antara Disdikbud, Museum Pra Sejarah Sangiran dan Masyarakat Desa Bojong. Untuk bentuk, dapat dibicarakan kemudian. Bisa juga melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak yang memiliki kepedulian terhadap cagar budaya,” pungkasnya.


Fosil Tengkorak yang ditemukan di lokasi

Maimo, sesepuh Desa Bojong, mengatakan bahwa masyarakat sekitar memiliki kesenian yang dapat ditampilkan untuk menarik para pengunjung. “Sebagai dalang, saya pernah membawakan cerita berjudul Wahyu Katentreman dan Semar Mbagun Kayangan. Adapun durasinya adalah 2,5 jam,” ujarnya. “Saya belajar mendalang dari paman yang asli Wonogiri. Pertunjukan wayang ini disebut dengan wayang cakruk yang memiliki makna “Yen oran gelem dicakruk yo aja nyakruk” (jika tidak ingin disakiti, maka jangan menyakiti). Pagelaran wayang ini diiringi oleh musik gamelan. Selain wayang, ada pula kesenian gambus. Kesenian-kesenian ini dapat berjalan atas dukungan banyak pihak,” imbuhnya.

Reyhan, peserta dari SMP Negeri 1 Kalijambe, merasa senang karena mengikuti kegiatan ini. “Saya merasa senang karena mendapat pengalaman baru, ilmu baru seperti survey dan lain-lain. Saya juga merasa bangga menjadi warga Sragen karena memiliki penemuan-penemuan pra sejarah dan museum bertaraf internasional. Harapan saya untuk generasi muda adalah turut mencari tahu dan mempelajari tentang manusia purba serta turut melestarikan penemuan-penemuan tersebut,” jelasnya.

Pengirim : Dhama Ady Saputra & Sukardi (Pemerhati Sejarah)

Tinggalkan Komentar

Komentar

  • Diyah
    Rabu, 26 Juli 2023
    Mantap ini pak... Menginspirasi para pelajar