TONGKAT NU

(Takmir Langgar Soeka Batja Popongan Klaten) 

Kisah Nahdlatul Ulama (NU) bermula dari sebuah tongkat. Berawal dari K.H. As’ad Syamsul Arifin, Syaikhona Kholil Bangkalan yang menitipkan sebuah tongkat untuk diberikan kepada K.H. Hasyim Asy’ari. Tongkat tersebut menjadi pemantik niat awal membentuk Jam’iyah Ulama. Kita mengenalnya kini sebagai NU, organisasi kemasyarakatan terbesar di dunia.

Betapa gembira hati K.H. Hasyim Asy’ari menerima tongkat dari Syaikhona Kholil, pertanda sang guru sudah memberi restu atas niatan untuk mendirikan perkumpulan. Namun, tongkat tersebut bukan hanya sebatas simbol diberikannya restu, tongkat itu dianggap memiliki kesamaan dengan tongkat milik Nabi Musa.

Dalam salah satu kesempatan, K.H.As’ad Syamsul Arifin bercerita di depan para jamaah, bahwa tongkat tersebut berasal dari kayu Musa yang banyak dijual di Makkah. Secara material tongkat itu memiliki kemiripan dengan tongkat milik Nabi Musa. Tongkat milik Nabi Musa sebelum diberikan anugerah mukjizat oleh Allah SWT, hanyalah tongkat biasa yang dipergunakan oleh Nabi Musa untuk beliau bertumpu maupun untuk merontokkan daun-daun yang akan digunakan makan ternak gembalaannya.

Setelah Allah SWT memberikan mukjizat, tongkat tersebut mampu berfungsi sebagai alat perlawanan atas kedzoliman yang dilakukan oleh Fir’aun. Tongkat tersebut mampu berubah menjadi ular besar yang memangsa ular-ular ciptaan ahli sihir Mesir bayaran Fir’aun. Di lain kesempatan, tongkat tersebut digunakan untuk membelah lautan untuk menyelamatkan Umat Nabi Musa dari kejaran pasukan Fir’aun yang bengis dan kejam. Selain itu, tongkat Nabi Musa mencipatakan mukjizat sumber air yang berasal dari batu.

Kisah-kisah tentang tongkat Nabi Musa itulah yang mungkin menjadi alasan Syaikhona Kholil untuk memilih tongkat sebagai simbol restu pendirian Jam’iyah ulama kepada K.H. Hasyim Asy’ari. Tongkat itu bukan sekedar restu, namun mengandung makna perjuangan dan pengabdian untuk agama dan bangsa.

 

Sumber gambar : tebuireng.online

Tongkat Perlawanan

Nahdlatul Ulama memiliki sejarah panjang dalam setiap perjuangan bangsa ini untuk meneguhkan kedaulatan. Sejak zaman kolonialisme, perjuangan kemerdekaan, masa revolusi hingga masa transisi pemerintahan Orde Baru ke Orde Lama. NU memiliki peran penting melakukan gerakan perlawanan kepada setiap pihak yang memiliki niatan untuk memecah belah kesatuan NKRI.

Tugas NU sebagai tongkat perlawanan tak lagi diragukan. Radikalisme dan terorisme serta gerakan-gerakan intoleran yang marak terjadi akhir-akhir ini, menjadi konsentrasi penting bagi NU untuk melakukan perlawanan menumpas gerakan-gerakan tersebut.

NU menjadi organisasi yang paling tegas dan konsisten mengerahkan daya dan upaya demi keutuhan NKRI. Pancasila sebagai dasar Negara, adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini kerap digaungkan oleh setiap kader NU dalam berbagai macam kesempatan. Baik di forum-forum pengajian, maupaun kegiatan pelatihan. Kurikulum kebangsaan untuk memupuk rasa cinta tanah air dan kerelaan berkorban demi bangsa dan Negara selalu menjadi materi wajib yang ditransformasikan kepada para jamaah dan kader NU.


sumber : nuserangbaru.or.id

Tongkat Penunjuk Jalan

Kisah tentang terbelahnya lautan atas izin Allah melalui perantara tongkat Nabi Musa merupakan bukti nyata, bahwa Mukjizat Allah bagi hambanya yang bertakwa memang benar-benar ada. Ketika Nabi Musa dan umatnya menemui jalan buntu, tongkat Musa menjadi pembuka jalan kebuntuan tersebut, sehingga dapat menyelamatkan mereka dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya yang ingin menghabisi Nabi Musa beserta umatnya.

Setelah menyeberangi lautan, Musa dan umatnya akhirnya dapat hidup tenang dan terbebas dari ancaman kekuasaan dzalim Fir’aun. Perjalanan panjang dan melelahkan Nabi Musa, dibalas oleh Allah dengan penghidupan yang layak dan sejahtera di tanah baru yang mereka tempati.

Demikianlah NU seharusnya. NU harus mampu menjadi solusi dan penunjuk jalan bagi bangsa ini atas segala macam keruwetan yang mengancam keamanan, kemakmuran dan keutuhan Indonesia. Potensi kader yang dimiliki NU merupakan modal kuat bagi bangsa ini untuk menuju ke baldatun toyyibatun warrabbun ghofur.

 

Tongkat Penghidupan

Dalam salah satu riwayat disebutkan, setelah dari masa pelarian yang melelahkan, di Gurun Sinai umat Nabi Musa mengalami dehidrasi dan kelaparan. Atas petunjuk dari Allah, Nabi Musa kemudian memukulkan tongkat miliknya ke sebuah batu yang kemudian dari batu tersebut memancarkan dua belas mata air. Tongkat Musa menjadi sumber penghidupan dari dua belas suku pengikut Nabi Musa. Rasa haus dan dahaga seketika mendapatkan jalan keluar atas kuasa Allah melalui tongkat Nabi Musa.

NU sebagai organisasi keagamaan yang memiliki ratusan jumlah anggota, mempunyai tanggungjawab penting memberikan penghidupan yang layak bagi seluruh kadernya. Penghidupan itu bisa dalam bentuk ruhani maupun jasmani.

Dalam kehidupan ruhani, NU dengan ciri khas pondok pesantren mampu membentuk kader-kader alim yang mampu menuntun umat Islam yang diidamkan oleh Rasulullah SAW. Banyak kader NU yang menjadi pemuka agama, bertugas memberi asupan gizi ruhani yang dibutuhkan oleh umat awam sehingga menjadi mengerti tentang cara beragama yang baik dan benar.

Saat ini yang menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat NU, yakni harus mampu memberikan penghidupan yang layak secara jasmani kepada seluruh kadernya hingga ke pelosok daerah. Peningkatan taraf ekonomi melalui pemberdayaan usaha mikro, keterlibatan amal sosial serta agenda pengentasan kemiskinan dengan berbagai macam alternatif kegiatan, harus menjadi prioritas langkah gerak NU baik secara kelembagaan maupun individu anggota.

Tentu selain tiga tugas diatas, masih banyak agenda lain yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari NU. Apabila simbol tongkat Musa adalah perwujudan dari restu Saikhona Kholil Bangkalan. Maka, sebagai kader NU, kita wajib hukumnya untuk mewujudkan cita-cita mulia para pendiri NU. Dengan bersungguh-sungguh menjadikan NU sebagai organisasi yang memberi manfaat, bukan organisasi yang menebar benih kuwalat. NU harus mampu menjadi sekumpulan masyarakat terorganisir yang mampu memancarkan berkah, bukan menjadi sumber masalah.

Di ulang tahun NU yang ke-96, kisah tongkat Syaikhona Kholil Bangkalan yang diberikan kepada K.H. Hasyim Asy’ari melalui perantara K.H. As’ad Syamsul Arifin, harus kita ingat kembali sebagai pemantik untuk kita agar lebih semangat berkhidmat kepada agama dan bangsa melalui jalur perjuangan di tubuh NU. Organisasi ini dilahirkan dan dibangun dengan penuh perjuangan mulia. Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk meneruskan estafet tongkat Syaikhona Kholil ini agar NU benar-benar mampu menjadi rahmat bagi seluruh umat. Amin. (Muhammad Milkhan)

Tinggalkan Komentar

Komentar