
TONGKAT NU
- By admin --
- Sabtu, 29 Januari 2022 --
(Takmir Langgar Soeka Batja Popongan Klaten)
Kisah Nahdlatul Ulama
(NU) bermula dari sebuah tongkat. Berawal dari K.H. As’ad Syamsul Arifin,
Syaikhona Kholil Bangkalan yang menitipkan sebuah tongkat untuk diberikan kepada
K.H. Hasyim Asy’ari. Tongkat tersebut menjadi pemantik niat awal membentuk Jam’iyah
Ulama. Kita mengenalnya kini sebagai NU, organisasi kemasyarakatan terbesar di
dunia.
Betapa gembira hati K.H.
Hasyim Asy’ari menerima tongkat dari Syaikhona Kholil, pertanda sang guru sudah
memberi restu atas niatan untuk mendirikan perkumpulan. Namun, tongkat tersebut
bukan hanya sebatas simbol diberikannya restu, tongkat itu dianggap memiliki kesamaan
dengan tongkat milik Nabi Musa.
Dalam salah satu
kesempatan, K.H.As’ad Syamsul Arifin bercerita di depan para jamaah, bahwa
tongkat tersebut berasal dari kayu Musa yang banyak dijual di Makkah. Secara
material tongkat itu memiliki kemiripan dengan tongkat milik Nabi Musa. Tongkat
milik Nabi Musa sebelum diberikan anugerah mukjizat oleh Allah SWT, hanyalah
tongkat biasa yang dipergunakan oleh Nabi Musa untuk beliau bertumpu maupun
untuk merontokkan daun-daun yang akan digunakan makan ternak gembalaannya.
Setelah Allah SWT
memberikan mukjizat, tongkat tersebut mampu berfungsi sebagai alat perlawanan
atas kedzoliman yang dilakukan oleh Fir’aun. Tongkat tersebut mampu berubah
menjadi ular besar yang memangsa ular-ular ciptaan ahli sihir Mesir bayaran
Fir’aun. Di lain kesempatan, tongkat tersebut digunakan untuk membelah lautan
untuk menyelamatkan Umat Nabi Musa dari kejaran pasukan Fir’aun yang bengis dan
kejam. Selain itu, tongkat Nabi Musa mencipatakan mukjizat sumber air yang
berasal dari batu.
Kisah-kisah tentang
tongkat Nabi Musa itulah yang mungkin menjadi alasan Syaikhona Kholil untuk
memilih tongkat sebagai simbol restu pendirian Jam’iyah ulama kepada K.H.
Hasyim Asy’ari. Tongkat itu bukan sekedar restu, namun mengandung makna perjuangan
dan pengabdian untuk agama dan bangsa.
Sumber gambar : tebuireng.online
Tongkat
Perlawanan
Nahdlatul Ulama memiliki
sejarah panjang dalam setiap perjuangan bangsa ini untuk meneguhkan kedaulatan.
Sejak zaman kolonialisme, perjuangan kemerdekaan, masa revolusi hingga masa
transisi pemerintahan Orde Baru ke Orde Lama. NU memiliki peran penting
melakukan gerakan perlawanan kepada setiap pihak yang memiliki niatan untuk
memecah belah kesatuan NKRI.
Tugas NU sebagai tongkat
perlawanan tak lagi diragukan. Radikalisme dan terorisme serta gerakan-gerakan
intoleran yang marak terjadi akhir-akhir ini, menjadi konsentrasi penting bagi
NU untuk melakukan perlawanan menumpas gerakan-gerakan tersebut.
NU menjadi organisasi yang paling tegas dan konsisten mengerahkan daya dan upaya demi keutuhan NKRI. Pancasila sebagai dasar Negara, adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini kerap digaungkan oleh setiap kader NU dalam berbagai macam kesempatan. Baik di forum-forum pengajian, maupaun kegiatan pelatihan. Kurikulum kebangsaan untuk memupuk rasa cinta tanah air dan kerelaan berkorban demi bangsa dan Negara selalu menjadi materi wajib yang ditransformasikan kepada para jamaah dan kader NU.
sumber : nuserangbaru.or.id
Tongkat
Penunjuk Jalan
Kisah tentang terbelahnya
lautan atas izin Allah melalui perantara tongkat Nabi Musa merupakan bukti
nyata, bahwa Mukjizat Allah bagi hambanya yang bertakwa memang benar-benar ada.
Ketika Nabi Musa dan umatnya menemui jalan buntu, tongkat Musa menjadi pembuka
jalan kebuntuan tersebut, sehingga dapat menyelamatkan mereka dari kejaran Fir’aun
dan bala tentaranya yang ingin menghabisi Nabi Musa beserta umatnya.
Setelah menyeberangi
lautan, Musa dan umatnya akhirnya dapat hidup tenang dan terbebas dari ancaman
kekuasaan dzalim Fir’aun. Perjalanan panjang dan melelahkan Nabi Musa, dibalas
oleh Allah dengan penghidupan yang layak dan sejahtera di tanah baru yang
mereka tempati.
Demikianlah NU
seharusnya. NU harus mampu menjadi solusi dan penunjuk jalan bagi bangsa ini
atas segala macam keruwetan yang mengancam keamanan, kemakmuran dan keutuhan
Indonesia. Potensi kader yang dimiliki NU merupakan modal kuat bagi bangsa ini
untuk menuju ke baldatun toyyibatun
warrabbun ghofur.
Tongkat
Penghidupan
Dalam salah satu riwayat
disebutkan, setelah dari masa pelarian yang melelahkan, di Gurun Sinai umat
Nabi Musa mengalami dehidrasi dan kelaparan. Atas petunjuk dari Allah, Nabi
Musa kemudian memukulkan tongkat miliknya ke sebuah batu yang kemudian dari
batu tersebut memancarkan dua belas mata air. Tongkat Musa menjadi sumber
penghidupan dari dua belas suku pengikut Nabi Musa. Rasa haus dan dahaga
seketika mendapatkan jalan keluar atas kuasa Allah melalui tongkat Nabi Musa.
NU sebagai organisasi
keagamaan yang memiliki ratusan jumlah anggota, mempunyai tanggungjawab penting
memberikan penghidupan yang layak bagi seluruh kadernya. Penghidupan itu bisa
dalam bentuk ruhani maupun jasmani.
Dalam kehidupan ruhani,
NU dengan ciri khas pondok pesantren mampu membentuk kader-kader alim yang
mampu menuntun umat Islam yang diidamkan oleh Rasulullah SAW. Banyak kader NU
yang menjadi pemuka agama, bertugas memberi asupan gizi ruhani yang dibutuhkan
oleh umat awam sehingga menjadi mengerti tentang cara beragama yang baik dan
benar.
Saat ini yang menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat NU, yakni harus mampu memberikan penghidupan yang layak secara jasmani kepada seluruh kadernya hingga ke pelosok daerah. Peningkatan taraf ekonomi melalui pemberdayaan usaha mikro, keterlibatan amal sosial serta agenda pengentasan kemiskinan dengan berbagai macam alternatif kegiatan, harus menjadi prioritas langkah gerak NU baik secara kelembagaan maupun individu anggota.
Tentu selain tiga tugas
diatas, masih banyak agenda lain yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari
NU. Apabila simbol tongkat Musa adalah perwujudan dari restu Saikhona Kholil
Bangkalan. Maka, sebagai kader NU, kita wajib hukumnya untuk mewujudkan
cita-cita mulia para pendiri NU. Dengan bersungguh-sungguh menjadikan NU
sebagai organisasi yang memberi manfaat, bukan organisasi yang menebar benih kuwalat. NU harus mampu menjadi
sekumpulan masyarakat terorganisir yang mampu memancarkan berkah, bukan menjadi
sumber masalah.
Di ulang tahun NU yang
ke-96, kisah tongkat Syaikhona Kholil Bangkalan yang diberikan kepada K.H.
Hasyim Asy’ari melalui perantara K.H. As’ad Syamsul Arifin, harus kita ingat
kembali sebagai pemantik untuk kita agar lebih semangat berkhidmat kepada agama
dan bangsa melalui jalur perjuangan di tubuh NU. Organisasi ini dilahirkan dan
dibangun dengan penuh perjuangan mulia. Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk
meneruskan estafet tongkat Syaikhona Kholil ini agar NU benar-benar mampu
menjadi rahmat bagi seluruh umat. Amin. (
Komentar