Ancaman Bencana Pangan, Produksi Pertanian Merosot

SRAGEN, Kabarsukowati – Sejumlah petani di Sragen mewaspadai bencana pangan dalam waktu dekat. Kondisi ini terlihat dengan menurunnya produktifitas hasil pertanian. Jika tidak ada tindak lanjut dari pemerintah, kelangkaan pangan menjadi hal yang tidak bisa dihindari.

Suratno, selaku Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Sragen menjelaskan semua wilayah terjadi tanaman padi menurun produktifitasnya. Selain itu ada serangan kerdil tumput yang sangat menghawatirkan.

Kondisi di wilayah tertentu seperti di Godang terpantau di Desa Tunggul dan Kaliwedi. Sedangkan di Kecamatan Karangmalang di wilayah Kelurahan Kroyo, Lantas di Kecamatan SambungMacan ditemui di Desa Bedoro.

”Kondisi di sejumlah tempat ada, hampir merata. Efeknya hasil panen berkurang dari 40-60 persen. Semacam bencana kecil. Sampai kemarin ada petani itu panen sampai 1 hektar gak panen, sampai shock gara-gara ini,” bebernya Kamis (6/10) usai menggelar pertemuan di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan.

Situasi ini berimbas pada psikologi petani. Bahkan mereka enggan pergi ke Sawah karena kondisi tersebut. Dia menilai gejala awal sudah di rasakan sejak Masa Tanam (MT) yang lalu. Namun serangan paling parah pada saat MT kali ini. ”Seharusnya pada MT 3 saat ini tidak terjadi, karena MT 3 penyiraman airnya cukup,” ujarnya.  

Sehingga perlu dicari tahu penyebabnya. Apakah akibat penggunaan pupuk yang tidak bagus atau kualitas bibit yang tidak bagus. Pengolahan tanah juga menjadi kemungkinan penyebab. ”Kalau bibitnya bermasalah, pemerintah Tarik ganti bibit yang baru,” terang dia.

Sedangkan Petani asal Karangmalang, Santoso, kondisi padi menjadi Kerdil sejak umur 20 hari sampai sekarang. Pihaknya tidak memungkiri kondisi tanah yang tak pernah berhenti menjadi media tanam berpengaruh. ”Petani gak tahu penyebabnya. Analisa PH tanah bisa, karena dulu cek PH bagus tapi sekarang ndak tahu. Kemungkinan juga tanah itu ndak pernah berhenti, begitu habis panen langsung tanam lagi,” terangnya.

Diperparah karena seringnya menggunakan Pupuk kimia. Karena tidak memiliki pupul organic. ”Petani gak punya sapi karena mau buat organik ndak punya limbah kotoran sapi. Dulu dapat subsidi organik sekarang tidak, keseimbangan pupuk juga tidak imbang antara organik dan kimia,” terangnya.

Terkait Dampak kerdil, dia meyakini produksinya nurun dari biasanya 30 persen. Jika panen normal 25 kwintal per patok, sekarang bisa di bawah 20 kwintal.(aza)

Tinggalkan Komentar

Komentar