Persiapkan Pengajuan Audiensi Tolak Kenaikan PBB Ugal-Ugalan


SRAGEN, Kabarsukowati – Kekecewaan terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagian warga Sragen tampaknya belum mereda. Bahkan rencananya hendak mengajukan permohonan audiensi yang ditujukan ke DPRD Sragen. Sehingga bisa mendapat penjelasan dan diharapkan ada perubahan kebijakan tersebut.  

Sekretaris Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sragen, Kristianto atau biasa disapa krisna menyampaikan rencana akan mengajukan audiensi Seperti saran dari Komisi II DPRD Sragen kemarin agar mengajukan audiensi. ”Ini lagi rembugan dengan konco-konco soal audiensi,” ujarnya Rabu (18/1).

Lantas dalam audiensi yang akan diajukan menekankan sejumlah poin. Diantaranya menolak kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) secara ugal-ugalanan. Sebelum NJOP dinaikan harus ada uji publik terhadap kenaikan tersebut. Kemudian dia mengingatkan Pemda jangan menghalalkan segala cara demi mendongkrak pendapatan dengan mencekik rakyat kecil.

Pihaknya menuturkan ada keluhan ketika ada warga yang hendak balik nama, ketika mengurus PBB terkejut mendapati kenaikan lebih dari 100 persen. Menurutnya langkah Pemda cukup kejam untuk mengejar perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Dia mencontohkan Pada tahun 2019 NJOP PBB sudah dinaikan gila gilaan diatas 100 persen bahkan 300 persen. Sehingga PAD Kabupaten Sragen berhasil melebihi target. Data yang dihimpunnya pada 2021  PAD per 31 Desember pendapatan mencapai Rp 28.012.565.677. Melebihi dari target Rp 24,5 miliar.  

Kemudian Tahun 2022 per 31 Oktober pendapatan tembus Rp 30 Miliar dari target Rp 28 Miliar. Lantas  Pada 2023 NJOP PBB naik lagi diatas 100 persen. ”Kalau di tahun 2021 dan 2022 sudah melebihi target kenapa tahun 2023 ini NJOP masih juga dinaikan? Tanpa dibarengi dengan naiknya ambang batas BPHTB tidak kena pajak?” herannya.

Dia mengakui dalam penjelasan perda no 10 tahun 2012 dalam pasal 6  memang penetapan NJOP diatur tiap 3 tahun sekali. ”Tapi kalau tiba-tiba  NJOP dinaikan tanpa ada sosialisasi tentunya Semua warga termasuk warga miskin pun tentunya gelisah dari kenaikan ini apalagi masih ditambah beban hidup dengan harga kebutuhan pokok sehari hari yang naik pula,” terangnya.  

Situasi ini belum termasuk pajak BPHTB yang ugal-ugalan harganya. Dia melihat di lapangan, adà ketidakadilan dalam penentuan BPHTB dalam hal jual beli. Seharusnya ada sektor lain yang bisa dioptimalkan untuk mengejar PAD.

”Kalau mau menaikan pendapatan masih banyak bidang-bidang yang lain yang masih bisa dioptimalkan, salah satu contoh hotel. Perlu diingat bahwas hanya orang berduit yang menginap di hotel, warga miskin ga mungkin nginap di hotel. Jadi monggo-mongo saja kalau itu mau dinaikan,” selorohnya.

Sementara Kepala BPKPD Kabupaten Sragen Dwiyanto menyampaikan terkait sosialisasi kenaikan PBB, pihaknya sudah menyampaikan melalui camat. Namun namanya banyak orang, belum semua mendapat informasi tersebut.

Tetapi terkait evaluasi NJOP wajib dilakukan 3 tahun sekali. Terakhir dievaluasi pada 2019 dan ada kenaikan sedikit. ”Kenaikan masih normatif dibandingkan dengan daerah-daerah lain di sekitar, lebih tinggi. Misalnya dengan Karanganyar yang se tipe jauh lebih tinggi. Kenaikan hanya sekitar 20-30 persen.” ujarnya.

Dia menjelaskan kenaikan juga tergantung lokasi. Misalnya sebelumnya belum ada bangunan dan kemudian ada bangunan rumah, bisa lebih tinggi. Indikator untuk kenaikan tergantung kelas lokasi masing-masing.

Sedangkan soal BPHTB, Dwiyanto menekankan bahwa yang digunakan sebagai dasar yakni harga transaksi. ”Jika harga transaksi tinggi, ya ditarik tinggi. Harapannya BPHTB sesuai harga transaksi, NJOP sebagai harga pertimbangan,” terangnya.

Sedangkan item penambahan biaya jaringan itu tergantung kanal jasa pembayaran. Misalnya membayar lewat bank Jateng, gratis. Namun jika lewat kanal yang lain memungkinkan ada tambahan biaya jasa. ”Itu jasa administrasi bank. Tidak ada kaitannya dengan layanan bisnis to bisnis. Itu monggo diserahkan ke masyarakat karena banyak pilihan,” ujarnya.(aza)

Tinggalkan Komentar

Komentar