Gamelan Hilang, Seniman Sragen Kehilangan Irama dan Ruang Ekspresi

SRAGEN, kabarsukowati – Denting gamelan yang dulu akrab terdengar dari pendopo rumah dinas Wakil Bupati Sragen kini lenyap, berganti hening. Suara kendang, saron, dan gong yang dulu memantul setiap malam dalam latihan para seniman tradisional, tak lagi terdengar. Keheningan itu bukan hanya kehilangan alat musik, tapi juga kehilangan ruang ekspresi dan napas kebudayaan bagi para pelaku seni karawitan di Bumi Sukowati.

Di sanggar sederhana milik Sugiyanto alias Bagong, penabuh kendang legendaris peraih rekor MURI asal Sragen, keluhan para seniman datang silih berganti. Bagong, yang sudah puluhan tahun mengabdikan diri di dunia karawitan, menjadi tempat curhat banyak pelaku seni yang kini kebingungan mencari tempat latihan.

“Banyak seniman Sragen ke sini dan banyak yang mengeluh mau latihan saja sekarang tidak ada tempatnya, tidak ada alatnya di tempat Pak Wakil. Sekarang alatnya di mana juga tidak tahu,”

ujar Bagong, yang juga mantan Ketua Dewan Kesenian Daerah Sragen (DKDS) era Bupati Untung Wiyono.

Pendopo rumah dinas Wakil Bupati Sragen dulunya menjadi pusat denyut seni tradisional. Setiap pekan, kelompok karawitan dari berbagai penjuru Sragen berkumpul, berlatih, dan menabuh gamelan bersama. Di tempat itulah mereka menemukan kebersamaan, melatih harmoni, dan menjaga warisan budaya Jawa agar tetap hidup di tengah derasnya arus modernitas.

Namun kini, semua itu terhenti. Gamelan perunggu berkualitas tinggi yang menjadi alat utama latihan dilaporkan hilang, membuat aktivitas kesenian vakum.

“Dulu latihan di tempat Pak Wakil, mulai zaman Pak Dedy masih tertib. Habis Pak Dedy, Pak Suroto, sudah tidak pada latihan karena gamelan sudah tidak ada,”

jelas Bagong dengan nada getir.

Bagi Bagong dan rekan-rekannya, hilangnya gamelan bukan sekadar kehilangan benda, melainkan hilangnya identitas seni dan kebersamaan.

Kini, para seniman tradisional Sragen menaruh harapan besar kepada kepemimpinan baru di kabupaten mereka. Bagong berharap Bupati Sigit Pamungkas dapat memberi perhatian dan ruang bagi para seniman agar bisa kembali berlatih serta berkarya.

“Dengan Bupati yang baru ini (Sigit Pamungkas, red) saya mau menanyakan biar ada ruang kembali buat latihan seniman Sragen. Yang jelas di sini saya mewakili seniman, khususnya tradisi,”

tegasnya.

Langkah Bagong bukan sekadar mewakili suara pribadi, tetapi membawa aspirasi kolektif ratusan pelaku seni yang selama ini menggantungkan hidup dan ekspresi mereka pada keberadaan fasilitas kesenian daerah.

Kasus hilangnya gamelan ini juga menyita perhatian kalangan pegiat sosial. Agus Triyono, aktivis LSM Topan RI, menyuarakan dukungan terhadap para seniman sekaligus mempertanyakan kejelasan aset kesenian milik pemerintah tersebut.

“Dalam seminggu kalau tidak jelas posisi gamelan itu di mana, akan saya buat laporan ke yang berwajib,”

ancam Agus.

Ia menilai hilangnya gamelan bukan hanya persoalan administrasi, tetapi bentuk pengabaian terhadap aset budaya dan warisan daerah yang seharusnya dijaga bersama. Agus mendorong pemerintah untuk segera menelusuri keberadaan perangkat gamelan itu dan mengembalikannya ke tempat semula.

Kini, pendopo rumah dinas Wakil Bupati Sragen sepi. Tiada suara gong pembuka, tiada tabuhan kendang pengiring, hanya sisa kenangan dari malam-malam penuh irama yang dulu menyatukan para seniman dalam harmoni.

Para pelaku seni berharap, gamelan yang hilang segera ditemukan, agar nada-nada karawitan bisa kembali menggema di jantung pemerintahan Sragen. Lebih dari itu, mereka menanti tanda kepedulian pemerintah terhadap kebudayaan lokal — bahwa seni tradisi bukan sekadar hiburan, melainkan jiwa yang menghidupkan karakter sebuah daerah.

Hingga hari ini, para seniman masih menunggu. Bukan hanya kabar tentang gamelan, tetapi kabar tentang kembalinya ruang mereka untuk berkarya. (Adm)


Tinggalkan Komentar

Komentar